BANGKA BARAT — Ada beberapa keistimewaan yang menjadi ciri khas dodol Desa Penyampak, Kecamatan Tempilang. Dimulai dari bahan utama yang tidak sembarangan, nyala api dari kayu bakar untuk memasaknya diatur sedemikian rupa, hingga durasi mengaduknya yang tidak sebentar.
Menurut Ketua Panitia Pelaksana acara ” Dodol Bergema” Desa Penyampak, Joko Malis, beberapa hal tersebut membuat dodol Penyampak tahan lama dan tidak akan basi selama berbulan – bulan.
“Beda dengan dodol lain, ciri khas dodol Desa Penyampak itu semakin lama kita memasaknya bisa tahan lama sampai tiga atau empat bulan nggak ada basi-basinya meskipun ini tanpa bahan pengawet,” jelas Joko Malis di sela acara Dodol Bergema Desa Penyampak, Kecamatan Tempilang, Rabu ( 1/3/2023 ).
Bahan utama dodol yaitu ketan menurut Joko tidak boleh berasal dari membeli di toko, tapi harus ketan murni hasil panen tanam sendiri dari warga setempat. Bahan lainnya kelapa, gula aren, gula pasir dan sedikit minyak kelapa.
Setelah bahan dicampur di dalam wajan atau kawah, dodol diaduk dari masih cair sampai mengental.
“Durasinya nggak tentu, mulai masak pagi-pagi mereka menyiapkan apinya karena apinya terlalu besar hasilnya jelek. Pernah membuat dodol ini dari jam 7 pagi sampai jam 10 malam, kira-kira 11 sampai 12 jam,” jelas dia.
Tradisi memasak dodol di Desa Penyampak menurut Joko Malis sudah berusia ratusan tahun dan merupakan warisan budaya nenek moyang. Adat istiadat ini biasanya dilakukan untuk menyambut bulan Ramadhan.
Dodol tersebut akan dihidangkan kepada para tamu pada sedekah ruwah Desa Penyampak.
“Ini hasil maksimal untuk sedekah ruwah Desa Penyampak nanti, rasanya enak. Jadi orang yang datang ke rumah kita akan kita hidangkan dodol ini,” bebernya.
Tradisi itupun selanjutnya dilaksanakan secara massal dengan nama “Dodol Bergema” sejak tahun 2011 hingga sekarang.
Untuk tahun ini 56 peserta pembuat dodol diberikan uang sebesar Rp150.000 dan mendapatkan kupon undian untuk hadiah doorprize.
Bahkan menurut Joko, ada beberapa fasilitas yang disiapkan panitia untuk para pengaduk dodol.
“Ada beberapa yang disiapkan panitia dan ada peserta yang bawa sendiri. Panitia hanya menyediakan tempat, tungku kayu bakar dan ada beberapa mesin tepung dan mesin parut kelapa kita gratiskan,” tutupnya.
Rusli ( 59 ), warga Desa Penyampak yang juga sering membuat dodol menambahkan, awalnya tradisi memasak dodol ini dilakukan sendiri – sendiri. Namun seiring perkembangan jaman, budaya warisan tahunan menyambut bulan ruwah ini pun dilakukan secara bersama – sama.
“Tradisi ini sudah lama warisan nenek moyang, sebelum merdeka pun tradisi membuat dodol ini sudah ada. Setiap tahun seperti inilah, tapi dulu hanya pribadi, masing-masing rumah bikin dodol,” tutur Rusli.
“Sekarang adat istiadat ini dijadikan acara Dodol Bergema, jadi sekarang ada persatuannya,” sambung dia. ( SK )